Ekspor Perikanan Indonesia Unggul di Mei 2025

09 Juli 2025

Dilihat 86177 kali

Menurut rilis data ekspor dan impor Mei 2025 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja ekspor produk perikanan Indonesia pada periode Januari hingga Mei 2025 menunjukkan capaian yang cukup menggembirakan. Nilai ekspor mencapai USD 2,49 miliar, meningkat 8,18 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini mencerminkan konsistensi positif Indonesia dalam mempertahankan posisinya sebagai salah satu eksportir utama produk perikanan dunia.
Capaian tersebut tidak terlepas dari penerapan strategi yang semakin matang, antara lain diversifikasi pasar, peningkatan mutu produk, perluasan jangkauan ekspor, serta penguatan sistem logistik rantai dingin yang menjadi infrastruktur penting dalam menjaga kesegaran dan kualitas produk hingga ke tangan pembeli internasional.
Peningkatan nilai ekspor ini juga sejalan dengan pertumbuhan volume ekspor yang naik rata-rata 3,62 persen per tahun sejak 2021. Selama periode yang sama, nilai ekspor nasional tumbuh rata-rata 4,67 persen per tahun, mencerminkan peningkatan nilai tambah dan daya saing produk perikanan Indonesia. Capaian ini merupakan hasil nyata dari kebijakan dan program strategis yang dijalankan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) bersama para pemangku kepentingan.
Dalam lanskap perdagangan global, Amerika Serikat tetap menjadi pasar utama ekspor produk perikanan Indonesia. Sepanjang lima bulan pertama 2025, ekspor ke negara tersebut mencapai USD 851,23 juta, tumbuh 13 persen secara tahunan (year-on-year). Besarnya kontribusi pasar Amerika Serikat menunjukkan bahwa pasar premium masih memiliki minat tinggi terhadap produk unggulan Indonesia seperti udang dan rajungan.
Selain Amerika Serikat, negara-negara mitra dagang utama lainnya meliputi Tiongkok, ASEAN, Jepang, dan Uni Eropa. ASEAN mencatatkan pertumbuhan ekspor tertinggi, yakni sebesar 36,63 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini membuka peluang baru untuk memperkuat kerja sama intra-kawasan dan memperluas jangkauan produk perikanan Indonesia di kawasan yang dinamis ini.
Dari sisi komoditas, udang masih menjadi primadona ekspor, dengan nilai mencapai USD 792,84 juta atau sekitar 31,83 persen dari total ekspor produk perikanan. Nilai ini naik 25,78 persen dibandingkan tahun sebelumnya, mencerminkan keberhasilan strategi peningkatan nilai tambah dan jaminan mutu udang Indonesia di pasar global. Komoditas Tuna–Cakalang–Tongkol (TCT) menempati posisi kedua dengan nilai ekspor USD 410,16 juta, meningkat 9,09 persen (YoY).
Namun demikian, beberapa komoditas seperti Cumi–Sotong–Gurita (CSG), Rajungan–Kepiting, dan Rumput Laut mengalami penurunan ekspor masing-masing sebesar 10–12 persen. Penurunan ini dapat disebabkan oleh fluktuasi permintaan global, persaingan dari negara kompetitor, serta tantangan dalam pasokan bahan baku dan logistik domestik. Meski begitu, struktur ekspor Indonesia tetap kuat dengan diversifikasi komoditas yang cukup baik.
Distribusi ekspor menurut negara tujuan juga menunjukkan dinamika menarik. Untuk udang, lebih dari 4,60 persen nilai ekspornya berasal dari Amerika Serikat, diikuti oleh Jepang dan Tiongkok. Sementara itu, ASEAN menjadi pasar utama komoditas TCT dengan kontribusi 25,47 persen, disusul Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Ekspor CSG cenderung terfokus ke kawasan ASEAN dan Tiongkok. Ini menunjukkan bahwa setiap komoditas memiliki karakteristik pasar tersendiri, sehingga strategi ekspor Indonesia perlu disesuaikan dengan profil masing-masing negara tujuan.
Indonesia juga berhasil mempertahankan statusnya sebagai negara pengekspor bersih (net exporter) produk perikanan. Pada Mei 2025, neraca perdagangan sektor ini mencatatkan surplus sebesar USD 2,26 miliar, naik 6,57 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Nilai impor tercatat sebesar USD 0,23 miliar, atau hanya 9,35 persen dari total ekspor. Surplus ini mencerminkan efisiensi produksi, daya saing harga, serta efektivitas kebijakan pengendalian impor yang tetap selektif namun mendukung kebutuhan industri pengolahan dalam negeri.
Namun, perlu dicermati bahwa nilai impor mengalami kenaikan sebesar 26,72 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ini disebabkan oleh meningkatnya permintaan industri pengolahan domestik terhadap bahan baku yang belum tersedia secara cukup di dalam negeri. Komoditas utama impor meliputi makarel, salmon-trout, tepung ikan, serta jenis rajungan dan kepiting yang tidak ada di Indonesia. Makarel, sebagai komoditas impor terbesar, mencatat kenaikan nilai sebesar 75,36 persen (YoY), menunjukkan tingginya ketergantungan industri terhadap bahan baku ini, terutama industri pengalengan ikan.
Dari sisi negara asal, Tiongkok menjadi pemasok utama dengan nilai ekspor ke Indonesia sebesar USD 47,96 juta, naik 61,82 persen dari tahun sebelumnya. Disusul oleh kawasan ASEAN, Amerika Serikat, Norwegia, Korea Selatan, dan Uni Eropa. Masing-masing negara memiliki komoditas unggulan seperti salmon dari Norwegia, tepung ikan dari AS, dan makarel dari Tiongkok. Meski kenaikan impor cukup signifikan, secara umum masih dalam batas wajar dan bahkan mendukung ekspor ulang (re-export), khususnya di industri pengolahan skala besar.
Fenomena pertumbuhan ekspor di tengah lonjakan impor menjadi tantangan sekaligus peluang bagi KKP dan pemangku kepentingan lainnya. Strategi yang tepat diperlukan agar pertumbuhan impor tidak menggerus kemandirian industri perikanan domestik, namun tetap mendukung kebutuhan industri untuk berkembang. Upaya ini dapat ditempuh melalui penguatan sektor hulu, peningkatan efisiensi budidaya, dan pengembangan substitusi bahan baku impor dengan potensi lokal.
Untuk menjaga tren pertumbuhan ekspor, Indonesia perlu memperkuat diplomasi ekonomi maritim dengan negara mitra dagang. Perjanjian perdagangan bebas (FTA), harmonisasi standar mutu, serta fasilitasi logistik ekspor menjadi kunci dalam meningkatkan daya saing jangka panjang. Selain itu, investasi dalam teknologi pengolahan, diversifikasi produk bernilai tambah, dan penguatan sistem informasi pasar berbasis digital dan market intelligence akan sangat menentukan arah pengembangan ekspor ke depan.
Salah satu pendekatan yang strategis adalah pemanfaatan big data dan sistem market intelligence untuk memetakan peluang pasar secara presisi. Dengan memanfaatkan data historis ekspor-impor, tren harga internasional, dan preferensi konsumen global, Indonesia dapat menyesuaikan strategi produksi dan pemasaran yang lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan pasar.
Akhirnya, kolaborasi erat antara pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat pesisir menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan dan daya saing sektor perikanan. Kinerja ekspor yang membanggakan ini tidak boleh membuat kita lengah terhadap tantangan yang ada, mulai dari ketegangan geopolitik, perubahan iklim, fluktuasi pasar global, hingga tekanan kompetitif dari negara lain. Dengan komitmen kuat dan strategi berbasis data, Indonesia memiliki potensi besar untuk memperkuat posisinya sebagai kekuatan utama dalam perdagangan perikanan global di masa mendatang.

Artikel Terkait